KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, dan
anugerah-Nya kami dapat menyusun Makalah ini dengan judul “ANTIEMETIK” yang disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Farmakologi.
Tidak
sedikit kesulitan yang kami alami dalam proses penyusunan makalah ini. Namun
berkat dorongan dan bantuan dari semua pihak yang terkait, baik secara moril
maupun materil, akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Tidak lupa pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen yang telah
membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Kami
menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas makalah ini kami membutuhkan kritik
dan saran demi perbaikan makalah di waktu yang akan datang. Akhir kata, besar
harapan kami agar makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Manna, Oktober
2014
Penyusun.
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................
ii
BAB
I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.
Latar
Belakang ............................................................................. 1
2.
Rumusan
Masalah ......................................................................... 1
3.
Tujuan............................................................................................
1
BAB III : PEMBAHASAN............................................................................. 2
........... 1.
Definisi Antiemetik.......................................................................
2
........... 2. Macam-Macam Antihiemetik........................................................
2
........... 3. Cara Kerja
Obat.............................................................................
3
........... 4. Dosis Dan Pemakaian....................................................................
4
........... 5. Indikasi Dan Kontra Indikasi........................................................
6
........... 6. Cara Penanganan Pemakaian Obat................................................
8
PENUTUP........................................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hingga saat ini, mual dan masih dianggap efek
samping pengobatan yang tidak bisa dihindari, terutama pasa pasien kemoterapi.
Padahal dengan pengobatan tepat, hal ini bisa dihindari dan memudahkan pasien
menjalani pengobatan.
Mual
dan muntah merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pasien terkait
pengobatan dan penyakit yang diderita. Pada pasien kanker, mual dan muntah
menjadi momok sendiri pada pasien yang menjalani kemoterapi dan radiasi.
Kondisi serupa juga sering ditemui pada pasien yang usai menjalani pembedahan
atau operasi.
Obat-obat
antiemesis digunakan untuk mencegah atau menghentikan rasa mual dan muntah
setidaknya 24 jam setelah pengobatan atau operasi. Antiemesis bekerja dengan
cara menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat mual dan muntah di
otak. Untuk hasil terbaik, antiemesis diberikan sesaat sebelum tindakan
kemoterapi atau radiasi.
B. Rumusan Masalah
1. apakah
definisi muntah?
2. apa
saja penyebab terjadinya muntah?
3. apa
definisi antiemesis?
4. apa
saja jenis-jenis antiemesis?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi muntah
2. Untuk
mengetahui penyebab terjadinya muntah
3. Untuk
mengetahui pengertian antiemesis
4. Untuk
mengetahui jenis-jenis antiemesis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Muntah
difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau
dengan kekuatan. Mual dan muntah merupakan gejala yang umum dari gangguan
fungsional saluran cerna, keduanya berfungsi sebagai perlindungan melawan
toksin yang tidak sengaja tertelan.
Muntah
dapat merupakan usaha mengeluarkan racun dari saluran cerna atas seperti halnya
diare pada saluran cerna bawah (neurogastrenterologi). Mual adalah suatu respon
yang berasal dari respon penolakan yang dapat ditimbulkan oleh rasa, cahaya, atau
penciuman.
B. Patofisiologi
Kemampuan
untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran
toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah
(Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat
pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai
ventrikel keempat Susunan Saraf. Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang
melalui berbagai jaras.
Muntah
dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan
system limbic menuju pusat muntah (VC). Pencegahan muntah mungkin dapat melalui
mekanisme ini. Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular
atau sistim vestibuloserebella dari labirint di dalam telinga. Rangsangan bahan
kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme
ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagal dan visceral
merupakan jaras keempat yang dapat menstimulasi muntah melalui iritasi saluran
cerna disertai saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat
muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya
muntah.
Muntah
merupakan perilaku yang komplek, dimana pada manusia muntah terdiri dari 3
aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan pengeluaran isi lambung. Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1)
chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC).
C. Etiologi
Muntah
umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) meskipun tdk selalu demikian
dan mempunyai ciri :
1. Pucat
2. Berkeringat
3. Liur
berlebihan
4. Tachycardia
5. Pernafasan
tidak teratur
Mekanime
dan penyebab :
Pusat muntah terletak di medulla
oblongata yang juga mengatur fungsi jantung, pernafasan, air liur/saliva dan
vasomotor. Pusat muntah dapat distimulasi dengan 4 perngsangan yang berbeda:
a.
N.splanchnicus bagian dalam
yang dapat distimulasi oleh iritasi peritoneum, infeksi atau perut yang
menggembung.
b.
Sistem vestibular yang bisa
dirangsang oleh infeksi. Serabut syaraf ini banyak mengandung histamin, dan
reseptor musakrinik.
c.
Higher CNS centers yang distimulasi oleh gangguan penglihatan, penciuman dan emosional dapat
menyebabkan muntah.
d.
Chemoreseptor Trigger Zone
(CTZ) yang terletak di luar sawar darah otak (BBB) seperti pada area postrema
dari medulla. Daerah ini memilki reseptor kimia yang dapat distimulasi oleh
obat-obatan, zat-zat kemoterapi, racun, hipoksia, uremia, terapi radiasi. Area
postrema ini kaya akan reseptor 5-hydroxy-tryptamine dan dopamine, opioid, dan
asetikolin, substansi P.
Banyak faktor yang dapat merangsang pusat muntah diantaranya:
1. Gangguan pada saluran cerna
·
Gastritis yang disebabkan oleh
infeksi virus, bakteri
·
Stenosi pylori, pada bayi
muntah merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan bedah secepatnya.
·
Bowel obstruction
·
Acute abdomen and/or
peritonitis
·
Ileus
·
Pankreatitis, kolesistitis,
apendisitis, hepatitis.
·
Pada anak-anak, dapat
disebabkan oleh alergi terhadap protein pada susu sapi
·
Konsumsi alkohol yang
berlebihan.
·
Pergerakan seperti pada motion
sickness yang terjadi akibat stimulasi berlebihan dari kanal labirin pada
telinga.
·
Meniere’s disease
·
Perdarahan serebral
·
Nyeri atau sakit kepala yang
unilateral
·
Tumor otak, yang dapat
malfungsi dari reseptor kimia di otak.
·
Hidrocephalus, peningkatan
tekanan intracranial.
·
Hiperkasemia, tingginya kadar
kalsium dalam darah.
·
Uremia, biasanya terjadi
akrena gangguan ginjal
·
Insufisiensi adrenal
·
Hipoglikemia
2. Gangguan pada sistem sensorik dan otak
3. Gangguan metabolisme
4.
Kehamilan
·
Hiperemesis, Morning sickness
5. Interaksi obat
·
Alkohol , efek muntah yang
ditimbulkan biasanya terjadi sesudah keadaan mabuk karena banyak meminum
alohol.
·
Pemakaian opium juga dapat
menyebabkan muntah.
·
Obat-obatan kemoterapi
·
Penghambat reuptake serotonin
yang selektif
Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan muntah, seharusnya tanpa
menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan untuk pasien dengan
gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat, memburuknya
status gizi atau kehilangan berat badan.
Penggunaan antiemetik
Obat antiemetik diberikan kepada pasien dengan
keluhan sebagai berikut:
1.
Mabuk jalan (motion sickness)
--- Disebabkan oleh pergerakan kendaraan darat, laut maupun udara dengan akibat
stimulasi berlebihan di labirin yang kemudian merangsang pusat muntah melalui
chemo reseptor trigger one (CTZ).
2.
Mabuk kehamilan (morning
sickness) --- Pada kasus ringan sebaiknya dihindari agar tidak berakibat buruk
pada janin, sedangkan pada kasus berat dapat dipakai golongan antihistamin atau
fenotiazin (prometazin) yang kadang dikombinasikan dengan vitamin B6,
penggunaannya sebaiknya dibawah pengawasan dokter.
3.
Mual atau muntah yang
disebabkan penyakit tertentu, seperti pada pengobatan dengan radiasi atau
obat-obat sitostatika.
D. Definisi Antiemetik
Antiemetik
adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan muntah.
Antiemetik biasanya diberikan untuk mengobati penyakit mabuk kendaraan dan efek samping
dari analgesik opioid,
anestetik umum
dan kemoterapi terhadap kanker.
Obat-obatan
tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah
menggunakan satu dari dua cara: secara lokal, untuk mengurangi respons lokal
terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau
secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah.
Antiemetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid, anestesi lokal,
adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang mencegah
distensi dan menstimulasi peregangan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan
untuk mengatasi mual yang ringan.
Antiemetik
yang bekerja secara sentral terbagi atas beberapa kelompok: fenootiazin,
nonfenotiazin, penyekat reseptor serotonin (5-HT3),
antikolinergik/antihistamin, dan kelompok yang bermacam-macam. Dua jenis
fenotiazin yang umum digunakan
adalah proklorperazin (compazine) dan prometazin (phenergan) keduanya memiliki
awitan yang cepat dan efek merugikan yang terbatas.
Agen lainnya
adalah dronabinol (marinol), yang mengandung bahan aktif kanabis (mariyuana),
hidroksizin (generik) yang dapat menekan area kortikol pada SSP dan
trimetobenzamid (tigan), ini serupa dengan antihistamin dan tidak menimbulkan
sedeasi. Trimetobenzamid sering kasli merupakan obat pilihan dalam kelompok ini
karena tidak dikaitkan dengann sedadi yang berlebihan dan sepresi SSP. Obat ini
tersedian dalam bentuk oral,parenteral,dan surositoria. Obat ini diabrsorpsi
dengan cepat, di metabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini
menembus plasenta dan menembus ASI, dan digunakan jika manfaatnya lebih besar
pada ibu dari pada resiko potensial pada janin atau neonatus.
Hidroksizin digunakan untuk mual dan muntah sebelum
dan sesudah pelahiran atau pembedahan obsterik. Obat ini diabsorpsi dengan
cepat, dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini tidak
dikaitkan dengan masalah pada janin selama kehamilan dan diperkirakan tidak
masuk ke ASI. Sama halnya dengan semua
jenis obat, kewaspadaan perlu digunakan selama kehamilan dan laktasi.
Dronabinol disetujui untuk penatalaksanaan mual dan
muntah yang berkaitan dengan kemoterapi kanker jika pasien tidak berespons
terhadap pengobatan lain. Mekanisme kerja obat ini masih belum diketahui dengan
cepat. Obat ini merupakan zat yang dikendalikan kategori C-III, dan harus
digunakan di bawah pengawasan ketat karena adanya kemungkinan perubahan status
mental. Obat ini diabsobsi dengan mudah dan dimetabolisme dalam hati dengan
ekskresi melalui empedu dan urine.
E. Jenis – jenis
antiemetik
Perfenazin (trilafon)
·
Pengertian
Perfenazin merupakan obat
anitiemetik yang paling sering diresepkan karena obat ini dapat diberikan
peroral, intramuskular, dan per rektal.
·
Farmakokinetika
Absorpsi bentuk padat oral dari perfenazin tidak
menentu, tetapi bentuk cairnya lebih stabil dan laju absorpsinya lebih cepat.
Presentase peningkatan pada protein dan waktu paruhnya tidak diketahui.
Perfenazin dimetabolisme oleh hati dan mukosa gastrointestinal dan kebanyakan
dari obat diekskresikan ke dalam urine.
·
Farmakodinamik
Perfenazin menghambat dopamin pada CTZ,
sehingga mengurangi perangsangan CTZ pada pusat muntah. Obat ini juga dipakai
sebagai antipsikotik. Mula kerja dari perfenazin oral bervariasi dari 2 sampai
6 jam, dan lama kerjanya dari 6 sampai 12 jam. Mula kerja dari perferazin intravena
dan intramuskular cepat, dan lama kerjanya sama dengan preparat oral.
· Khasiat
Untuk Skizofrenia
kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang disertai depresi, depresi karena
penyakit organis, antiemetic terutama pasca operasi.
· Kategori
keamanan untuk ibu hamil
Perfenazine menurut kategori
spesifik menurut rute pemberiannya (rute administration atau ROA) adalah secara
per oral. Dan keamanan obat dalam kehamilan masuk kedalam KATEGORI C yaitu studi terhadap binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek-efek samping pada janin (teratogenik atau
embriosidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita, atau
belum ada studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan. Obat hanya boleh
digunakan jika besar manfaat yang diharapkan melebihi besar risiko terhadap
janin.
·
Efek Samping
Efek samping antiemetik penotiazin adalah sedasi
sedang, hipotensi gelaja ekstrapirmidal, yang seperti perkinsonisme, efek SSP
(kegelisahan, kelemahan, reaksi distonik, agitasi), dan gejala antikoligenik
ringan (mulut kering, retensi air kemih,konstipasi). Karenan dosis obat ini
untuk muntah lebih ringan daripada dosis psikosis, maka efek samping yang
ditimbulkan juga tidak seberat bila dipakai untuk psikosis.
·
Interaksi Obat dan Interaksi Makanan
Perfenazin berinteraksi dengan banyak obat. Jika
perfenazin dipakai bersama alkohol, anthihipertensi, dan nitrat maka dapat
terjadi hipotensi. Dapat pula terjadi bertambah beratnya depresi susunan saraf
pusat (SSP) jika obat ni dipakai bersama dengan alkohol, narkotik, hipnotik-sedatif,
dan anestetik umum. Efek antikoligenik akan menigkat jika perfenazin
dikombinasikan dengan antihistamin, antikoligenik seperti atripin, dan
fenotiazin lainnya. Hasil pemeriksaan laboraturium dapat menunjukkan penigkatan
kadar enzim hati dan jantung, kolesterol dan gula darah dalam serum.
·
Dosis
Dosis umum: 8-16 mg/hari PO dalam dosis terbagi; 5-10
mg IM untuk pengontrolan yang cepat, setiap 6 jam; 5 mg IV dalam dosis terbagi,
secara perlahan.
F. Penggolongan obat
antiemetik :
1.
Antagonis reseptor 5-HT3
- obat ini akan menghambat reseptor serotonin
pada sistem saraf pusat
dan saluran pencernaan.
Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati mual dan muntah akibat
pasca-operasi dan sitotoksik obat. Serotonin Antagonists merupakan obat yang
paling sering diberikan untuk mengatasi mual muntah pasien kemoterapi, radiasi,
dan bedah. Lima jenis obat dari kelas ini yang digunakan sebagai antiemesis
adalah granisetron, ondansetron, dolasetron, tropisetron dan palonosetron.
Serotonin antagonis bekerja dengan menghambat serotonin di otak dan usus. Obat
ini bisa ditolerir dengan baik dan sangat efektif. Contoh nama obat :
a. Dolasetron
b. Granisetron
c. Ondansetron
d. Tropisetron
2. Antagonis dopamin
bekerja pada otak
an digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah dan dihubungkan dengan penyakit neoplasma,
pusing karena radiasi, opioid, obat sitotoksik, dan anestetik umum. Obat yang
bekerja pada area dopamine, yakni domperidone. Obat ini merupakan dopamine
antagonis yang tidak benar-benar masuk ke sistem saraf pusat. Profil domperidone
sebagai antiemesis mirip dengan metoklorpamida, namun domperidone memiliki efek
ekstrapiramida yang lebih ringan. Domperidone diberikan dalam bentuk oral
maupun parenteral. Pada orang sehat, domperidone akan mempercepat pengosongan
cairan lambung dan meningkatkan tekanan oesophageal sphincter bagian bawah.
Domperidone efektif menghilangkan gejala dispepsia postprandial dan mual serta
muntah karena berbagai sebab. Melalui beberapa studi obat ini lebih superior
dibandingkan metoklopramida. Domperidone juga memiliki efek baik lainnya. Studi
oleh Orlando dkk dari Departemen Pediatrik, Farmasi dan Perawat dari University
of Western Ontario and St. Joseph's Health Care London, menunjukkan pemberian
domperidone jangka pendek bisa meningkatkan produksi ASI pada perempuan yang
memiliki kadar produksi ASI rendah.
3. Antihistamin
(antagonis reseptor histamin H1),
efektif pada berbagai kondisi, termasuk mabuk kendaraan dan mabuk pagi berat
pada masa kehamilan. Antihistamin mencegah mual dan muntah dengan cara
menghambat histamin dalam tubuh. Namun untuk pasien kemoterapi efeknya kurang
kuat. Dari kelas benzamida misalnya metoklopramida, adalah antiemesis yang
bekerja dengan menghambat dopamin.
4. Kanabinoid
digunakan pasien dengan kakeksia,
mual sitotoksik, dan muntah atau karena tidak responsif pada agen lainnya. Dari
golongan Cannabinoid, dronabidol merupakan antiemesis untuk pasien yang
menjalani kemoterapi. Obat ini efektif diberikan dalam bentuk oral. Deksametason
dan metilprednisolon adalah dua obat dari golongan kortikosteroid yang biasa
digunakan sebagai antiemesis.
a. Ganja
(Marijuana). Ganja digunakan dengan pertimbangan medis. CBD
adalah kanabinoid yang tidak ada pada Marinol atau Cesamet.
b. Dronabinol
(Marinol). Sembilan puluh persen dari penjualannya digunakan untuk pasien
kanker dan AIDS.
10% lainnya digunakan untuk meredakan rasa sakit, sklerosis multipelm
dan penyakit Alzheimer
d. Sativex
adalah spray oral yang mengandung THC dan CBD. obat ini legal pada Kanada
dan beberapa negara di Eropa,
namun tidak di Amerika Serikat.
5. Benzodiazepin
Dari kelas obat Benzodiazepin, lorazepam dan alprazolam adalah dua obat yang
biasa digunakan sebagai antiemesis. Obat ini bisanya digunakan untuk gangguan
kecemasan. Sebagai monoterapi, obat ini kurang efektif untuk mual dan muntah
pasien kemoterapi dan radioterapi. Bisanya dikombinasikan dengan serotonin
antagonis dan kortikosteroid. Obat-obat antipsikotik dari kelas Butrirofenon
seperti haloperidol dan inapsine juga bisa digunakan sebagai antiemesis pasien
kemoterapi. Cara kerja dua obat ini juga menghambat dopamine.
b. Lorazepam
merupakan pengobatan ajuvan yang baik untuk mual dengan pengobatan garis
pertama seperti Komapzin atau Zofran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muntah
difenisikan sebagai keluarnya isi lambung sampai ke mulut dengan paksa atau
dengan kekuatan. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah
(Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla berdekatan dengan pusat pernapasan
atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema pada lantai ventrikel
keempat Susunan Saraf.
Antimuntah atau antiemetik adalah obat
yang dapat mengatasi muntah
dan mual. Antiemesis
bekerja dengan cara menghambat zat kimia tertentu yang mengaktivasi pusat mual
dan muntah di otak. Obat-obatan antimuntah terdiri dari antagonis serotonin,
antagonis dopamin, antagonis histamin, antikolinergik, kanabinoid, dan
benzodiasepin.
B.
Saran
Sebagai
calon tenaga kesehatan sangat penting untuk mengetahui cara pemberian obat
maupun cara kerja obat di dalam tubuh. Walaupun telah ada tenaga apoteker yang
lebih mengkhususkan diri pada obat-obatan, tidak ada salahnya sebagai calon
perawat kita mempelajari obat-obatan walaupun hanya secara umum saja.
DAFTAR PUSTAKA
Sutistia
G.Ganiswara .2007. Farmakologi Dan Terapi edisi V. Jakarta, Gaya Baru
Karch, Amy
M. 2003. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Jakarta: EGC
Kee, Joyce
L, dan Evelyn R. Hayes.1996. Farmakologi. Jakarta: EGC
0 komentar:
Posting Komentar